Sabtu, 01 November 2014

Polemik Pilkada dan Ide E-Voting

Democracy is Government of the people, by the people, for the people
(Abraham Lincoln)

Polemik Pilkada
              Menarik apabila kita melihat Polemik yang terjadi seputar kewenangan memilih pemimpin di daerah (Pilkada), Koalisi Merah Putih ingin mengembalikan Pilkada kepada DPRD  (kompas.com 30/9/14), alasannya menurut yang  di sampaikan oleh Kepala Riset Garuda Center Faizal Abdulgani, tim Garuda Center mengkaji sisi positif dari pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Salah satu alasannya adalah Menghapus kemungkinan terjadinya politik uang untuk meningkatkan elektabilitas di masyarakat.(pemilu.com13/9/14). Hal ini berbeda dengan apa yang di sampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi  Bambang Widjojanto, SH, KPK  mempertanyakan alasan sejumlah pihak yang mengatakan dengan dikembalikannya pilkada ke DPRD akan mampu meminimalisir terjadinya korupsi. "Apakah kalau pilkada tidak langsung dijamin tidak ada permainan politik uang?" tanya dia. Sepengetahuannya, justru pilkada tidak langsung akan menimbulkan perpindahan pemain atau politik uang yang selama ini terjadi. Bukan masyarakat selaku pemilih langsung yang berbuat melainkan lebih parah lagi para penentu keputusan di DPR-lah yang menjadi pelaku kejahatan. Dan membuka peluang terjadinya korupsi secara sistematis (jpnn.com 26/9/14).
              Secara pribadi, selaku warga negara, miris rasanya, kalau kewenangan pemilihan Kepala Daerah di kembalikan ke DPRD, sepertinya ini sebuah  langkah   mundur dalam berdemokrasi, karena salah  satu  syarat mutlak Negara Demokrasi adalah menyelenggarakan Pemilihan Umum Secara Langsung, bukan karena saya ingin menghilangkan netralitas  dalam melihat polemik ini, tetapi lebih kepada tindakan untuk tetap membela demokrasi sebagai capaian terbaik dari bangsa Indonesia selama ini.
             Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Yuna Farhan, Minggu (2/9) di Jakarta mengatakan bahwa, besaran biaya Pilkada, untuk Kabupaten/ Kota di Indonesia menembus angka 25 Milyar sedangkan untuk Provinsi di butuhkan biaya sekitar 100 milyar, masih menurut beliau berdasarkan Studi yang dilakukan Seknas Fitra di 14 daerah ditemukan bahwa, pembiayaan pilkada melalui APBD memberi peluang besar bagi pelaku di daerah untuk melakukan politik dan politisasi anggaran. Calon yang sedang memegang kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah dapat menggunakan instrumen anggaran pilkada untuk memperkuat posisi tawar politiknya.
               Sudah menjadi rahasia umum, bahwa penyelenggaraan Pilkada di daerah menelan biaya yang tidak sedikit, dan seperti yang di sampaikan diatas, biaya yang besar itu justru sering dipolitisasi untuk kepentingan- kepentingan individu yang memiliki akses dan kewenangan dalam penggunaan dana di daerah. Perlu ada solusi alternatif pelaksanaan Pilkada yang tetap menjadikan rakyat bersuara, tanpa terwakili (lewat DPRD), namun juga memperhatikan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan Pilkada. Terkait dengan hal inilah maka ide pelaksanaan Pilkada melalui e- voting menjadi fokus penulisan saya kali ini.

e- voting di Indonesia
             Sebelum di bahas tentang e- voting, ada baiknya kita mengetahui proses mendasar yang dilakukan terkait dengan pelaksanaan Pilkada di Indonesia. Setidaknya ada 3 (tiga) Tahapan substansial dalam Pilkada, pertama Pra Pemilu, terdiri atas : Pendataan Pemilih, Pendaftaran Pemilih, dan Pengadaan Kartu Suara, kedua Pelaksanaan, terdiri atas : verfikasi pemilih, aksesibilitas pemilih, dan pemahaman terhadap penggunaan kertas suara, ketiga Pasca Pemilihan : penghitungan suara dan pengiriman data. Dalam cara konvensional yang sekarang ini di lakukan oleh Komisi Pemilihan Umum, dari ketiga tahapan tersebut diatas, tidak jarang  kita mendengar banyak persoalan terjadi, seperti data yang tidak valid menyangkut Daftar Pemilih Tetap, kerusakan surat suara, mahalnya biaya transportasi logistik pemilu, dan lain sebagainya.
              e-voting berasal dari kata electronic voting, yaitu :  Pemungutan suara yang dilakukan secara elektronik (digital) mulai dari proses pendaftaran pemilih, pelaksanaan pemilihan, penghitungan suara, dan pengiriman hasil suara.yang mengacu pada penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaan pemungutan suara. Penjelasan ini mendeskripsikan aktivitas apa yang dapat dilakukan dengan e- voting, yaitu, 3 (tiga) Tahapan Pilkada yang selama ini dilakukan KPU/KPUD bisa dilakukan via e- voting, mulai Pra Pemilu, Pemilu, sampai kepada Pasca Pemilu. Dengan sistem yang benar- benar terintegrasi, tahapan- tahapan ini bisa di laksanakan lebih efisien dan efektif. Di negara- negara maju, yang lebih dulu melaksanakan demokrasi, e- voting di pilih karena :  (1) mempercepat penghitungan suara ; (2) hasil penghitungan suara lebih akurat ; (3) menghemat bahan cetakan untuk kertas suara ; (4) menghemat biaya pengiriman kertas suara ; (5) menyediakan akses yang lebih baik bagi kaum yang mempunyai keterbatasan waktu ke TPS dan keterbatasan fisik /cacat ;
(6) menyediakan akses informasi yang lebih banyak berkenaan dengan pilihan suara ; dan
(7) dapat mengendalikan pihak yang tidak berhak untuk memilih.
                Di indonesia, pelaksanaan e- voting bahkan sudah dilaksanakan sejak tahun 2009 lalu. Salah satu daerah di Indonesia yang melaksanakan Pilkada dengan sistem  e- voting adalah Kabupaten Jembrana di Bali. Penggunaan e-voting di kabupaten Jembrana telah menghemat anggaran lebih dari 60 persen, seperti anggaran untuk kertas suara. e-voting ini juga diawali dengan penggunaan KTP (Kartu Tanda Penduduk) berbasis chip atau kemudian disebut juga e-KTP. Penggunaan e-KTP tersebut membuat pemilih tidak mungkin melakukan pemilihan lebih dari sekali. TPS (tempat pemungutan suara) juga bisa menampung hingga 1000 pemilih, sementara dengan sistem manual sekitar 500-700 pemilih saja per TPS yang layak.
                Wacana e- voting kembali jadi perbincangan, ketika Komisi II DPR- RI melakukan studi banding ke India (3-7 Mei 2011). Sepulang dari Studi Banding tersebut, salah satu anggota DPR RI dari fraksi PKB Abdul Malik Haramain, mengatakan bahwa ada beberapa hal yang di pelajari di India, yaitu, tentang penggunaan e-KTP dan mekanisme e- voting yang di laksanakan di India. Menurut beliau Indonesia sebenarnya juga mampu melakukan sistem elektronik dalam pendataan penduduk dan pemungutan suara seperti yang diterapkan di India. Semuanya bergantung pada keinginan yang kuat dari pemerintah. "Tinggal pemerintahnya mempunyai good will atau enggak, punya keinginan politik enggak untuk menerapkan itu. India saja dengan jumlah penduduk 1,2 miliar jiwa mampu kok dan mampu menjalankan pemilu tiga sampai empat kali pemilu dengan electronic voting. Masa Indonesia dengan penduduk 250 juta saja tidak, tegasnya (kompas.com 11/5/14)
                 Sementara itu mantan Mendagri, Gamawan Fauzi, mengatakan bahwa azas pemilu LUBER JURDIL harus dapat terpenuhi ‚dulu ada kekhawatiran bahwa pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, akan menggantikan majalah dan koran karena orang tidak perlu lagi membeli. Cukup bawa laptop sudah tersedia semua. Tapi ternyata, koran dan majalah berjalan beriringan dengan teknologi. Demikian juga dengan pemilihan. Merupakan hak masyarakat untuk memilih apakah akan menggunakan pemilu dengan sistem e-voting atau tetap dengan cara konvensional.
                    Berbeda dengan pendapat Gamawan Fauzi yang abu- abu, Presiden RI Joko Widodo, justru mendukung penuh Pemilhan Umum dengan mekanisme e- voting "Memang bagus. Semua sistem yang berkait dengan elektronik itu bagus. Saya rasa sangat memungkinkan (diterapkan)," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta, Jumat (19/9/2014). Jokowi mengatakan, yang perlu dilaksanakan selanjutnya yakni sosialisasi sistem tersebut oleh lembaga terkait, salah satunya Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jika sosialisasi tepat sasaran, Jokowi yakin penerapan e-voting di Indonesia bisa diterapkan pada Pemilu 2019 mendatang."Yang harus dibangun itu apakah masyarakat bisa percaya dengan sistem itu atau tidak. Itu yang harus dilakukan. Yang penting itu," ujar Jokowi. (kompas.com 19/9/14)

Kesimpulan :
1.   Apapun alasannya, demokrasi keterwakilan, seperti yang selama ini di praktek kan dalam sistem politik di Indonesia, belum bisa memberikan jaminan bahwa, anggota DPR/DPRD ini bisa menyuarakan aspirasi rakyat, karena saat ini terjadi kecenderungan, bukan suara dan kepentingan rakyat yang di perjuangkan, tetapi suara dan kepentingan partai yang di suarakan dan di bela oleh oknum wakil rakyat di legislatif. Mengembalikan kewenangan memilih Kepala Daerah kepada DPRD, adalah sebuah langkah mundur dalam pelaksanaan Demokrasi di Indonesia.
2.   Pelanggaran- pelanggaran Pemilu yang selama ini terjadi, baik pra pemilu, pemilu, maupun pasca pemilu, lebih banyak di akibatkan karena sistem konvensional dan cara- cara manual yang masih tetap saja di gunakan, meskipun telah jelas bahwa, cara- cara tersebut tidak efisien, dan jadi sarang Korupsi dan Kolusi.
3.   Indonesia adalah Negara dengan wilayah dan penduduk terbanyak di Asia Tenggara. Wilayah yang sedemikian luas ini, membutuhkan metode dan cara- cara yang lebih inovatif, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. e- voting, merupakan salah satu cara yang smart untuk mengatasi luasnya rentang kendali dan isolasi daerah yang sering menjadi alasan utama, mahalnya harga sebuah kata DEMOKRASI.
4.   Penggunaan e- voting oleh Kabupaten Jembrana dalam pemilihan kepala kampung, adalah sebuah pembelajaran positif yang harus di lihat oleh semua daerah, inti dari pelaksanaan e-voting, selalu di mulai dari e- KTP, singkatnya kalau semua pemerintah daerah di Indonesia mampu menjalankan program e- KTP bagi seluruh penduduk, seharusnya kita bisa melaksanakan e- voting.


Link Terkait :
  1. http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3231/1/polemik.ruu.pilkada
  2. http://www.pemilu.com/berita/2014/09/inilah-19-alasan-kenapa-pemilihan-kepala-daerah-oleh-dprd-lebih-baik/
  3. http://www.jpnn.com/read/2014/09/26/260173/Pilkada-Lewat-DPRD-Picu-Korupsi-Sistematis-
  4. http://seknasfitra.org/pilkada-serentak-untuk-efisiensi-
  5. anggaran/http://id.wikipedia.org/wiki/Pemungutan_suara_elektronik
  6. http://nasional.kompas.com/read/2011/05/11/10332240/Ini.Hasil.Kunjungan.Komisi .II.ke.India
  7. http://bppt.go.id/index.php/teknologi-informasi-energi-dan-material/437-tiba-saatnya-indonesia-menggunakan-e-voting-dalam-pemilihan
  8. http://nasional.kompas.com/read/2014/09/19/11103091/Jokowi.Dukung.Pemilu.dengan.E-voting.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar