Kamis, 04 Desember 2014

Jean Jacques Dozy Penemu Gunung Ertsberg Papua

There were no roads, no harbours, no factories. It was just like a mountain of gold on the moon." (Jean Jacques Dozy)
Jean Jacques Dozy adalah Geologis asal Belanda yang melakukan ekspedisi (cartenz expedition) ke Papua di tahun 1936, dan berhasil menemukan Erstberg, salah satu gunung yang akhirnya di eksplorasi oleh PT. Freeport Mcmoran. Lahir di Rotterdam Belanda pada 18 juni 1908 dan meninggal di Belanda pada tanggal 1 Nopember 2004. Dozy yang memberi nama Ertsberg Mountain, dalam reportnya yang baru di baca kemudian oleh Freeport Company di tahun 1960, Dozy menulis tentang kekagumannya akan kandungan emas yang di lihat di pegunungan Papua tersebut, dalam bahasa yang menurut saya sedikit di personifikasi, beliau mengibaratkan melihat gunung emas di bulan. Dozy pada saat itu bekerja pada Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), salah satu anak perusahaan dari Shell Company, yang baru di bentuk setahun sebelumnya 1935. Report atau laporan ekspedisi ke puncak cartenz ini di publikasikan pada bulan maret 1959 oleh The New York Times di Amerika. Baik Freeport , maupun Forbes Wilson yang kemudian menemukan Grasberg (salah satu gunung yang juga berisi konsentrat dan mineral), semuanya tertarik setelah membaca report yang di muat tersebut. 

Senin, 01 Desember 2014

Natal dan Adaptasi Tradisi Saturnalia

Pendahuluan
Perayaan Natal tidak terlepas dari kepercayaan tentang Yesus Kristus, bahkan tanggal 25 Desember telah di tetapkan sebagai Hari Kelahiran Yesus, baik oleh Gereja, Negara, dan mungkin juga kita semua yang saat ini sedang membaca postingan ini. Benar atau tidaknya pernyataan ini, bukanlah sesuatu hal yang pantas di perdebatkan, karena seperti orang Kristen kebanyakan, kita selalu terjebak dengan defenisi tentang iman dalam Alkitab, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11 :1). Kita lantas memisahkan kepercayaan dengan yang namanya rasionalitas, kasarnya percaya itu tidak butuh bukti, keyakinan itu di hati, bukan di otak atau pikiran, padahal kita lupa, segala sesuatu yang membuat kita percaya, selalu bermula dari pikiran. Orang berhasil meyakinkan orang lain, ketika pikiran bisa di taklukan dengan berbagai argumen yang rasional. Dampak dari menerjemahkan Firman secara sempit ini, justru kita tidak bisa membedakan, mana yang Tuhan mau, dan mana yang menjadi tradisi dari manusia, kita justru menganggap tradisi ini merupakan sesuatu yang sakral yang harus di pelihara. Topik postingan saya kali ini tentang Natal, karena menurut saya Natal telah kehilangan makna, dari makna yang sering tertulis sebagai tema di Gereja, ke bentuk pemuasan kebutuhan manusia, sepertinya saat ini kita sedang memaksa Agama atau Kepercayaan kita mengikuti keinginan hati kita. Sebagian besar orang jaman sekarang lebih fokus kepada yang namanya Tradisi, Natal itu harus ada Pohon Natal, natal itu harus ada santa claus, natal itu harus kumpul bersama keluarga, natal itu harus ada latihan paduan suara, latihan drama, Natal itu rumah saya harus di ganti warna cat temboknya, Natal itu harus ada lagu Natal, biar lagunya tidak ada hubungannya dengan Tuhan, asal ada kata- kata Christmas nya trus penyanyinya berpakaian santa claus, ya itu pasti lagu Natal, Natal itu rumah, dan pakaian saya harus kelihatan paling bagus dari biasanya, Natal itu bagi yang bekerja harus ada penghasilan ekstra, karena harus membiayai semua keinginan dan tradisi yang terus kita pelihara, dan kalau di tanya kenapa begitu? Pasti jawabannya singkat ini Hari Natal, Hari Kelahiran Tuhan saya. Ada dua pertanyaan yang muncul dari fenomena- fenomena yang jujur bikin saya sedikit GEMAS, karena saya adalah manusia yang paling membenci TRADISI, apalagi tradisi yang di jalankan tanpa kita tidak tahu asal- usulnya, dan maksudnya untuk apa ini? Pertanyaan Pertama : dari mana tradisi Natal seperti ini berasal, dan yang kedua : Apa benar Tuhan saya di lahirkan tanggal 25 Desember?
Natal dan Tradisi
Memulai sejarah Natal dalam postingan ini, saya ingin kita membedakan dengan jelas, cerita Natal sesuai dengan Firman Tuhan (Alkitab) dan tradisi yang menyertainya seperti yang kita kenal selama ini. Untuk lebih jelasnya saya akan mencoba membagi atau mengkategorikan dua hal yang menurut saya benar- benar berbeda ini, Esensi Natal menurut Kekristenan adalah kisah kelahiran Yesus yang terpaksa harus tinggal dalam kandang yang hina (karena tidak ada tempat, semua penginapan telah penuh), di baringkan di atas palungan, gembala- gembala di padang yang terbangun, karena langit terbuka saat Malaikat mengabarkan kabar kelahiran tersebut, dan 3 orang majus yang datang ke kandang untuk membawa persembahan berupa mas, kemenyan dan mur, hal ini berbeda dengan tradisi natal seperti santa claus, pohon natal, tukar kado, makanan yang enak, liburan dan reuni keluarga. Selalu ada perbedaan antara tradisi dan makna sesungguhnya yang harus kita yakini. Menurut Peter Salemi dari British Israel Church Of God (BICOG) Tradisi Natal itu sebenarnya bukan sesuatu ritual yang di kenal dalam kekristenan ataupun Gereja, karena tidak tertulis di dalam Alkitab. Pertanyaannya, kalau memang ritual Natal ini tidak di kenal dalam ritual atau tradisi Gereja, kira- kira dari mana tradisi Natal ini berasal? Kekristenan memiliki keterkaitan yang erat dengan bangsa Yahudi. Kisah- kisah Alkitab semuanya mengetengahkan tokoh- tokoh Yahudi, bahkan Yesus sendiri pun lahir dari bangsa Yahudi. Mengetahui budaya yahudi dan budaya bangsa- bangsa lain yang turut berkontribusi dalam pembentukan budaya dan tradisi bangsa yahudi mungkin merupakan cara simpel untuk mencoba mengetahui darimana tradisi- tradisi ini berasal. Sebelumya kita akan coba melihat, bagaimana tradisi- tradisi yang di lakukan oleh masyarakat dalam menyongsong dan memperingati Hari Natal. 
Tradisi Natal di Amerika
Di Amerika juga di kenal tradisi- tradisi seperti mendekorasi rumah dan pohon Natal,  juga tradisi seperti tukar-menukar kado, berkunjung ke rumah kolega atau sahabat, saat Natal. Natal di peringati tanggal 25 Desember yang sudah di jadikan sebagai Hari Libur Nasional sejak tahun 1870, tetapi sebelum itu liburan telah di mulai sejak akhir bulan Nopember, saat musim dingin. Perayaan Natal di Amerika di rayakan juga bersama hari- hari lain yang di mulai sejak akhir Nopember, seperti Black Friday yaitu hari berbelanja yang di mulai pada minggu ke- empat (hari kamis) di bulan nopember untuk menandai di mulainya musim berbelanja bagi penduduk Amerika. Black Friday biasanya di laksanakan setelah Hari Thanksgiving. Di tahun 2013 konsumen yang berbelanja pada hari black friday berjumlah sekitar  141 juta orang dan menghasilkan sekitar 57,4 Milyar US Dollar. Black Friday pertama kali di kenal di Philladelphia. Urutannya, Setelah Parade Santa Claus, di lanjutkan dengan Hari Thanksgiving, setelah itu baru Black Friday untuk mengawali musim berbelanja menjelang Natal di Amerika.
Tradisi Natal di Jerman
Di Jerman seperti wilayah Eropa lainnya, perayaan Natal di mulai pada tanggal 6 Desember, yaitu hari Santo Nicholas (Saint Nicholas Day). Tradisi seperti memasukan hadiah berupa coklat dan lain sebagainya ke sepatu anak- anak, merupakan tradisi yang selalu di lakukan di Jerman. Santa Claus di Jerman di kenal dengan nama Weihnachtsmann (Christmas Man) yang biasanya datang bersama partnernya Knecht Ruprecht, yang berfungsi sebagai pelayan Christmas Man, dengan peran antagonis, artinya kalau Wiehnachtsmann memberikan kado atau hadiah pada anak- anak, Knecht Ruprecht justru hadir untuk memberikan hukuman kalau anak- anak ini melakukan hal- hal yang salah (mirip Zwarte Piet atau Black Pieter di Belanda). Jerman juga mengenal tradisi tukar- menukar kado yang dikenal dengan istilah Bescherung, yang biasanya di laksanakan saat Christmas Eve (momen sebelum Natal atau sehari sebelum Natal) Tanggal 24 Desember. Tetapi hal ini kemudian di tentang oleh Marthen Luther setelah terjadi Reformasi Gereja. Menurut Marthen Luther Natal adalah hari kelahiran Yesus, sehingga seharusnya yang lebih di tonjolkan adalah kelahiran dari Yesus itu sendiri, bukan lagi Weihnachtsmann sebagai pemberi hadiah. Di jerman juga mengenal tradisi menghias rumah, bahkan cerita tentang asal mula Pohon Natal berasal dari cerita rakyat atau mite yang berkembang di Jerman. 
Tradisi Natal di Belanda.
Di Belanda, tradisi Natal di mulai dari tanggal 6 Desember, Hari Ultahnya Sinterklaas, yang menurut ceritanya adalah seorang uskup berdomisili di Spanyol dan akan ke Belanda dengan menggunakan perahu atau kapal bersama pembantunya yang diantaranya adalah Zwarte Piet dengan peran sebagai punisher yang bertugas menghukum anak- anak yang berkelakuan kurang baik. Di Belanda juga di kenal tradisi memasukkan hadiah kedalam sepatu anak- anak, berkumpul bersama keluarga, mendekorasi rumah dan pohon Natal, dengan ritual penyambutan Sinterklaas yang di sertai nyanyian dan suasana yang meriah saat penyambutan Sinterklaas di dermaga oleh mayoritas warga di sana. Belanda juga merayakan Saint Nicholas Eve atau Sinterklaas Eve, yaitu momen sehari sebelum tanggal 6 Desember (tanggal 5 sore) dengan berkumpul bersama keluarga, menikmati makanan yang lezat dan spesial bersama. Perayaan Natal tetap di laksanakan pada tanggal 25 Desember, tetapi di Belanda mengenal adanya second Christmas Day, yaitu ibadah di Gereja pada Natal Hari ke-dua.
Dari ketiga contoh tradisi Natal tersebut, kita bisa melihat beberapa kesamaan, di antaranya, dekorasi rumah dan pohon natal, tukar menukar hadiah, berkumpul bersama keluarga dan suasana kemeriahan yang ada bersama tradisi Natal tersebut.
Natal dan Tradisi Saturnalia
Sudah di sampaikan pada bagian awal postingan ini bahwa, kita harus melihat makna dan kisah Natal seperti yang di tulis dalam Alkitab, sebagai sesuatu hal yang benar- benar berbeda dari tradisi- tradisi yang berlaku saat dilaksanakannya Natal. BBC London dalam salah satu artikelnya "Did Roman Invent Christmas?" bahkan mengaitkan Tradisi dalam Perayaan Natal seperti yang di kenal di berbagai negara Eropa dan Amerika dengan perayaan Saturnalia. Matt Salusbury pun berpendapat demikian, bahwa tradisi yang menyertai hari natal, seperti berbuat baik kepada orang miskin, dengan tindakan menyediakan makanan dan minuman di rumah, tindakan tukar- menukar hadiah, dan mendekorasi rumah serta pohon, semua adalah tradisi yang di kenal dalam perayaan saturnalia. Pelaksanaan Saturnalia di Roma di mulai kira- kira 300 tahun setelah Kebangkitan Yesus, tepat pada masa pemerintahan Kaisar Aurelius pada tahun 274 SM, dengan ritual pagannya yang terkenal sebagai "Dies Natalis Solis Invicti" (Ulang Tahun dari Sang Matahari yang tak terkalahkan). Tradisi Saturnalia ini dimulai pada tanggal 17 Desember sampai tanggal 24 Desember setiap tahun, dimaksudkan untuk memuja dewa saturnus, ritualnya adalah mereka melaksanakan pesta, dimana rakyat berkumpul bersama di suatu tempat yang telah di hiasi dengan bunga, hadiah atau kado, juga lilin,  pesta berlanjut sampai pada dua hari terakhir, tanggal 23 dan 24 desember, biasanya di lanjutkan dengan berkunjung dari rumah ke rumah untuk saling bertukar hadiah. Gambaran jelas tentang ritual bangsa romawi kuno ini, di ketahui dari puisi karangan penyair lucian dari samosata yang hidup sekitar tahun 120- 180 SM, dia menulis tentang suasana dari perayaan Saturnalia, bahwa seminggu, tidak ada aktivitas (libur), waktunya untuk minum sampai mabuk, waktu itu judi diperbolehkan, dalam suasana yang benar- benar meriah, budak dan tuan sama sekali tidak ada jarak, karena budak- budak tersebut dibebaskan selama perayaan saturnalia. Bangsa Romawi kuno percaya bahwa pada masa itu (musim dingin), matahari akan mati, tetapi dia akan bangkit kembali. Dalam mitologi Bangsa Romawi Kuno, Saturnus adalah anak dari Uranus, sedangkan dalam mitologi Yunani, Saturnus dikenal sebagai Kronos. Kronos atau Saturnus ini selalu digambarkan sebagai pria tua bungkuk dengan sabit di sisi nya, dalam beberapa gambaran tentang kronos, di temukan bahwa kronos erat kaitannya dengan pengorbanan anak- anak. Kronos atau Saturnus suka memakan anak- anak.
gambar Saturnus atau Kronos
Setelah Aurelius, kekaisaran romawi di perintah oleh Constantinus, pada masa itu lah tercatat penulis Kristen mulai melakukan asimilasi antara kebudayaan romawi kuno, khususnya kelahiran atau ulang tahun matahari (saturnalia) dan kelahiran Yesus, dan mengaitkannya dengan nubuatan Perjanjian Lama di Kitab Meliakhi 4 : 2 "Tetapi bagi kamu yang taat kepada-Ku, kuasa-Ku yang menyelamatkan akan terbit laksana matahari, dan sinarnya membawa penyembuhan. Kamu akan bebas dan gembira seperti anak sapi yang baru dikeluarkan dari kandang". Kaisar Constantinus adalah salah satu Kaisar Romawi yang memeluk Agama Kristen , berbeda dengan para pendahulunya, itu sebabnya kenapa Agama Kristen berkembang di masa pemerintahannya, Agama Kristen harus bisa beradaptasi dengan Kepercayaan leluhur yang telah lama berkembang dan lebih dulu di kenal sebagai tradisi secara turun temurun di Roma. Dari proses Asimilasi inilah yang kemudian di jadikan patokan bagi Gereja, khususnya Gereja Katolik sebagai Gereja yang tertua dalam penentuan tanggal perayaan Natal yang di tetapkan tanggal 25 Desember. Menutup postingan ini saya mau menyampaikan Selamat memasuki bulan desember, semoga kita semua mampu membedakan mana yang tradisi, dan mana kabar sukacita tentang kelahiran Yesus yang patut kita imani dan peringati....SALAM

    Referensi :
  1. When was Jesus born? http://www.simpletoremember.com/vitals/Christmas_TheRealStory.htm
  2. The True Origin of Christmas http://realtruth.org/articles/169-ttooc.html
  3. The 1st Recorded Celebration of Christmas http://www.christianity.com/church/church-history/timeline/301-600/the-1st-recorded-celebration-of-christmas-11629658.html
  4. Why December 25?http://www.orlutheran.com/html/chrorig.html
  5. Jews in Roman Time http://www.pbs.org/empires/romans/empire/jews.html
  6. wikipedia


Sabtu, 29 November 2014

Jan Pieter Karel Van Eechoud

"Di atas batu ini, saya meletakkan peradaban orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Izaak Samuel Kijne, Wasior, 25 Oktober 1925). 


Jan Pieter Karel Van Eechoud lahir di Horst Belanda tanggal 10 Agustus 1904 dan wafat di Hollandia (sekarang Jayapura) pada tanggal 7 September 1958, meraih gelar diploma dari Kolese Kanisius Nijmagen, setelah itu mengikuti pendidikan sebagai pilot. Pada Tahun 1929 mulai bermukim di Hindia Belanda (Indonesia) dan tercatat mengikuti pendidikan kepolisian di sukabumi jawa barat pada tahun 1931. Beliau pernah bertugas dengan Pangkat Komisaris Polisi Tingkat III di Batavia. Sejak 1936 bertugas di Manokwari sebagai Komisaris Polisi Tingkat II, dan selama Perang Dunia ke II van eechoud bertugas sebagai Intelijen di Australia, dimana akhirnya beliau berkenalan dengan Van Mook (Gubernur Jendral Hindia Belanda). Setelah Perang berakhir, van eechoud banyak melakukan perjalanan ke daerah- daerah pedalaman di Papua, bersama dengan victor de bruyn, seorang doktor etnografi belanda kelahiran malang. Van Eechoud dianggap melakukan pemulihan dalam pemerintahan Belanda di Papua. Setelah Perang berakhir, Amerika menyerahkan kekuasan sipil kepada NICA (Netherlands Indie Civil Administration) . Dalam strukturnya, pemimpin NICA di daerah di kenal dengan SONICA (Senior Officers Netherlands Indie Civil Administration). Sonica pertama yang di tugaskan di Hollandia (Jayapura) pada tahun 1940, adalah Kolonel C. Giebel. Kemudian Van Eechoud diangkat sebagai Sonica dan setelah penyerahan kekuasaan dari militer ke sipil untuk menjalankan pemerintahan di sana, van eechoud pun diangkat sebagai Residen di Tahun 1944. Setidaknya ada 3 (tiga) policy yang akan di jalankan Pemerintah Kerajaan Belanda di Papua, yaitu, pertama :  kemungkinan pembangunan wilayah baru bagi keturunan indo- belanda (campuran belanda- indonesia) yang mulai terdesak baik di Belanda, maupun di Indonesia, kedua : membatasi ekspansi komunis,dan yang ketiga : memberikan kemerdekaan kepada rakyat Papua (http://www.papuaweb.org/dlib/s123/geus/summary.pdf). JP. Van Eechoud terkenal dengan nota atau reportnya yang di tulis tanggal 25 September 1944, yang antara lain mengkritik dengan keras perlakuan amtenar- amtenar (pegawai) asal Indonesia Timur seperti ambon, kei, dan manado, yang menurut beliau menyengsarakan orang papua dengan banyak cara. Mereka sangat menghina dan hampir- hampir tidak memandang mereka (orang papua) sebagai manusia, merendahkan mereka dan menghambat perkembangan mereka (lihat pj.drooglever,tindakan pilihan bebas! Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, Kanisius Yogyakarta, 2010, hlm 90) Isi Nota ini intinya adalah harus memaksimalkan kemampuan dari orang asli Papua, karena sudah merupakan hak orang Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri. Langkah awal yang di lakukan van eechoud adalah membentuk Batalyon Papua (Papoea Vrijwilligers Corps) yang terdiri dari 650 orang Papua. Kemudian di tahun yang sama beliau mendirikan satu sekolah pemerintahan sementara (Kursus Bestuurschool Spoed). Sekolah ini dimaksudkan untuk menampung orang asli papua yang tidak dapat melanjutkan pendidikan di Miei, akibat Jepang menutup sekolah tersebut di tahun 1942. Dalam prosesnya sekolah ini menghasilkan 150 orang tenaga administratur pemerintahan orang asli papua. Angkatan I Kursus Bestuurshool inilah yang merupakan elit- elit Papua yang di kenal pada waktu itu, seperti : Markus Kaisepo, Frans Kaisepo dan Nicolaas Jouwe. Sekolah ini kemudian berubah nama menjadi Opleidingsschool voor Berstuurambtenaren (OSIBA) atau sekolah pendidikan pegawai pemerintah. Hal lain yang dilakukan beliau yaitu, membentuk 4 detasemen polisi khusus orang asli papua di tahun 1947. Van Eechoud berpendapat bahwa, pengembangan Papua saat itu merupakan fokus atau prioritas pembangunan Pemerintah Belanda, namun demikian pengembangan sebagaimana di maksud, harus memperhatikan kebudayaan, karena yang hendak di ciptakan bukanlah manusia barat atau eropa yang tinggal di Papua, tetapi bagaimana menciptakan manusia papua yang siap menghadapi perubahan. Ada beberapa hal yang saya lihat dari figur beliau, menurut saya, terlepas dari segala policy yang di ambil pemerintah kerajaan belanda  yang akan menjadikan papua sebagai wilayah koloni yang akan di huni oleh keturunan Indo- Belanda tentunya, van eechoud memiliki ambisi, dan komitmen yang kuat untuk meningkatkan kemampuan orang asli papua pada saat itu. Papuanisasi yang di jalankan hari ini di Papua, harus di akui terinspirasi dari hal yang di lakukan oleh Eechoud di jaman itu. Van Eechoud dianggap berhasil memulihkan keadaan pasca perang dunia II di wilayah Papua, dalam masanya menjadi seorang Residen (1944-1950). Dalam sejarah Pemerintahan Dalam Negeri, JP.Van Echoud merupakan satu- satunya Residen yang tidak mengenyam pendidikan standar baik di Leiden ataupun Utrecht seperti residen- residen kerajaan Belanda yang lain, beliau adalah seorang Komisaris Polisi yang kemudian mampu berimprovisasi dengan keadaan pada saat itu. Hal ini yang diperlukan dalam pembangunan di Papua, IMPROVISASI. Semua yang di lakukan oleh beliau ini berdampak pada di berikannya gelar Bapa Papoea. Semoga bermanfaat....SALAM.






Review Film DVD Schindler's List


Film Schindler's List diadaptasi dari sebuah novel karya Thomas Keneally (Schindler's Ark). Di buat oleh Steven Spielberg di tahun 1993, film ini pada awalnya di larang penayangannya di Indonesia oleh Rezim Orde Baru. Kisah Nyata dari seorang Pengusaha asal Jerman "Oskar Schlinder" yang berhasil menyelamatkan 1100 jiwa Orang Yahudi di Polandia selama Holocaust. Schindler membangun sebuah pabrik di Polandia yang memproduksi alat- alat makan tentara Jerman, dengan memanfaatkan komunitas Yahudi yang saat itu sedang di sekap di kamp- kamp konsentrasi di Polandia. Schindler mampu melakukan hal itu, karena dia memiliki teman seorang Kepala Polisi dan perwira SS Kraków, Julian Scherne. Akibat pertemanan baik tersebut, schindler memiliki akses untuk masuk ke kamp konsentrasi dan mempekerjakan orang- orang yahudi di pabriknya. Tindakan tersebut berhasil menyelamatkan Orang Yahudi, terutama wanita dan anak- anak.  Alasan Schindler waktu itu untuk mempekerjakan orang yahudi dari kamp, karena keterbatasan biaya untuk menyewa tenaga kerja (buruh). Alih- alih untuk mendapatkan keuntungan, uang Schlinder justru habis karena setiap jiwa yang di bawa keluar dari kamp harus di bayar kepada petinggi- petinggi Jerman waktu itu. Adegan yang menyedihkan adalah saat Jerman kalah dan Schindler justru di cari karena kedekatannya dengan petinggi- petinggi militer Jerman saat perang (dianggap bagian dari kekuasaan jerman), dan orang- orang yahudi yang di selamatkannya hanya membekali Schlinder dengan sepucuk surat yang berisikan pemberitahuan bahwa dia bukanlah seorang penjahat, dan sebuah cincin yang mengutip salah satu ayat dari Talmud " ia yang menyelamatkan satu nyawa manusia, berhasil menyelamatkan seluruh dunia" 

Jumat, 28 November 2014

Otsus Papua, Kebijakan Khusus dengan Regulasi Umum

“There is never underdeveloped countries, there is always undermanaged countries.” 
(Peter.F.Drucker)

Papua dan Perbedaan

Ada beberapa hal yang selalu membedakan Provinsi Papua dengan daerah lain di Indonesia. Dari aspek budaya, penduduk Papua berasal dari ras melanesia, memiliki budaya yang berbeda dengan penduduk di sebagian besar wilayah Indonesia yang notabene berasal dari ras melayu. Melanesia adalah ras yang mendiami wilayah pasifik, sampai ke Timor Leste dan juga Maluku Dari aspek Sejarah, Belanda dahulu menamai wilayah jajahan yang lain di Indonesia dengan sebutan Nederlands Indie, berbeda dengan Papua yang di sebut Nederlands Nieuw Guinea, Papua baru resmi bergabung dengan Republik Indonesia di Tahun 1969, setelah diadakannya Pepera (hampir 20 tahun setelah Proklamasi) Dari aspek Politik : Belanda pada masa- masa sebelum berakhir kekuasaannya di Papua telah mendidik sekelompok intelektual Papua, dan mempersiapkan perangkat- perangkat untuk mendirikan sebuah negara, seperti membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (New Guinea Raad), menetapkan lagu kebangsaan, dan bendera negara. Dari aspek Ekonomi dan Moneter : karena perbedaan- perbedaan mendasar seperti tersebut diatas, maka baik Belanda maupun Bung Karno pada awalnya, sudah memberikan kekhususan. Fakta seperti pemberlakuan mata uang New Guinea Gulden pada jaman Belanda  dan Rupiah Irian Barat, merupakan salah satu hal yang tidak terbantahkan, bahwa memang Papua di lihat berbeda dari dulu. Dalam Penpres (Penetapan Presiden) tanggal  21 Februari Tahun 1963, yang di tanda tangani oleh Bung Karno, di tetapkan mata uang yang berlaku di Irian Barat pada tahun 1963 (Rupiah IB), dimana ditetapkan bahwa kurs Rupiah Irian Barat pada waktu itu 1 Rupiah IB sama dengan 18,9 Rupiah.


Uang Nieuw Guinea Gulden yang di cetak Belanda, khusus berlaku 
di Papua pada tahun 1950


Uang Rupiah Irian Barat yang di cetak tahun 1963

Dalam Konstitusi (UUD 1945) pasal 18 B ayat (1) dan (2), tertulis dengan jelas bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan- satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan UU (ayat 1), yang berikut, negara mengakui dan menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak- hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan, yang diatur dalam undang- undang. Pengaturan dalam konstitusi tersebut sesuai dengan semboyan Negara "Bhineka Tunggal Ika" (Unity in Diversity) artinya semua perbedaan yang nampak dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dianggap sebagai Warisan Budaya Kekayaan Bangsa yang tetap di harus jaga dan dihormati. Memberikan ruang untuk aktualisasi jati diri dari masing- masing suku atau ras merupakan wujud nyata pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan tersebut. 

Sejarah Otsus Papua
Sejarah lahirnya Otsus Papua tidak terjadi dengan sendirinya, semuanya melalui gejolak- gejolak politik dan sosial yang terjadi di masyarakat. Setelah tumbangnya rezim Soeharto dan Orde Baru, kebebasan mengeluarkan pendapat seakan mengemuka di seantero negeri. Sistem Sentralisasi yang selama ini dipraktek kan selama hampir 35 tahun, menyebabkan kekecewaan yang mendalam di hati tokoh dan masyarakat di daerah, tidak terkecuali  di Papua, karena telah terjadi disparitas (ketimpangan) pembangunan antara wilayah Indonesia Bagian Barat, terutama Pulau jawa, dengan daerah- daerah di wilayah Timur, padahal sumber devisa negara yang terbesar, baik dari Pertambangan, Perikanan, Kehutanan, dan lain sebagainya berasal dari wilyah timur. Momentum Reformasi dirasakan sebagai saat yang tepat untuk menyampaikan aspirasi dan keinginan dari wakil- wakil rakyat (elit) papua pada waktu itu. Di bulan februari 1999, 100 orang tokoh masyarakat Papua di bawah pimpinan Tom Beanal, menghadap Presiden B.J Habibie di Jakarta untuk menyampaikan keinginan merdeka (disintegrasi). Jawaban Presiden B.J Habibie "pulang dan renungkan" sempat jadi headliner di beberapa media baik lokal, maupun nasional, dan sinyalemen penolakan inipun sangat jelas dari bahasa yang di lontarkan oleh Presiden Habibie. Terlepas dari penolakan Presiden Habibie banyak pengamat dan pemerhati masalah Papua, sepakat bahwa di tahun 1999- 2000 adalah tahun kebangkitan papua (Papuan Spring). Papuan Spring ini terjadi di masa pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang memberikan ruang kepada masyarakat Papua untuk mengibarkan bendera bintang kejora berdampingan dengan bendera merah putih, dan juga mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua, bahkan Gus Dur juga mendukung pelaksanaan Kongres Papua di tahun 2000 di Jayapura yang menghadirkan wakil- wakil rakyat Papua baik dari dalam maupun dari luar negeri, untuk duduk bersama membicarakan status dan masa depan Papua. Aspirasi yang berkembang di kalangan rakyat papua pada umumnya adalah keinginan untuk melepaskan diri (merdeka), keinginan ini juga di sampaikan dalam kongres Papua tahun 2000. Partnership for Governance Reform dalam satu reportnya menulis bahwa : Otsus Papua terlahir sebagai penyelesaian konflik win- win solution antara rakyat Papua yang berkeinginan terlepas dari NKRI dan Pemerintah RI yang kokoh teguh mempertahankan NKRI. Setelah melewati tahapan yang panjang, UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua akhirnya di tanda tangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 21 Nopember 2001.

Substansi dan Implementasi Otsus Papua

Apa perbedaan antara Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus? Apakah benar Papua di bedakan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah? Untuk menjawab pertanyaan prinsip ini kita mulai dengan membandingkan defenisi keduanya. Defenisi Otonomi Daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan defenisi dari Otonomi Khusus seperti yang tertulis dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Dari kedua defenisi ini sepertinya tidak ada yang berbeda, sama- sama memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus. Secara substansial ada 3 (tiga) hal mendasar yang menjadi muatan kekhususan dari UU 21 Tahun 2001, yaitu : Peristilahan : Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) di tingkat Provinsi, Peraturan Daerah Istimewa (Perdasi), Distrik, dan Kampung, merupakan kekhususan dari sisi Istilah. Berikut, Kelembagaan : UU Otsus Papua membentuk beberapa Lembaga yang bersifat khas Papua, lembaga- lembaga tersebut, antara lain : Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural Rakyat Papua, yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak- hak orang asli papua, selain itu adanya ketentuan tentang Lambang  Daerah sebagai simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan, dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus), yaitu peraturan daerah khusus papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam UU Otsus. Keuangan : ada 4 (empat) kekhususan hak keuangan yang di miliki oleh Papua sesuai UU Otsus, yaitu pertama : prosentase dana perimbangan dari pertambangan minyak bumi sebesar 70 persen selama 25 tahun, memasuki tahun ke- 26 turun ke 50 persen, kedua : prosentase dana perimbangan dari pertambangan gas bumi / alam sebesar 70 persen selama 25 tahun, ketiga : Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otsus dengan prosentase senilai 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, yang di tujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan, ke- empat : dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otsus yang ditetapkan antara pemerintah dan DPR- RI berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun, terutama di tujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Diatas sudah di sebutkan bahwa, kekhususan Papua dalam UU Otsus, berpijak kepada Istilah, Kelembagaan dan Keuangan, namun dalam implementasinya, perwujudan kekhususan Papua dalam era Otsus, sangat bergantung kepada kebijakan masing- masing rezim yang berkuasa. Era Gusdur dengan Papua Spring yang kemudian melegitimasi pengibaran bendera bintang kejora, berdampingan dengan bendera merah putih, tidak bisa di temui pada 10 tahun pemerintahan rezim SBY, pasca di keluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah, tetapi dalam era SBY juga di keluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, yang memberikan landasan operasional dan legalitas berdirinya Lembaga Kultural tersebut. Hal yang krusial adalah menyangkut keuangan. Dana Otsus yang begitu besar, di kucurkan ke Papua, tanpa di sertai dengan regulasi yang mengatur bagaimana mekanisme pencairan, dan alokasi penggunaan serta pertanggungjawaban yang jelas, pasti akan menimbulkan persoalan- persoalan baru yang secara langsung berdampak pada pemanfaatan, dan peruntukkan Dana Otsus tersebut. Sebagai konsekuensi Negara Hukum (Rechstaat, bukan Machstaat), semua kebijakan yang akan di ambil, sudah seharusnya di landasi dengan aturan yang jelas. Maraknya kasus penyalahgunaan Dana Otsus, bahkan menurut Laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan RI Hasil audit BPK menunjukkan, penyimpangan dana ini mencapai Rp 4,12 triliun selama periode 2002- 2010. "Dari Rp 19,12 triliun yang diperiksa, Rp 4,12 triliun di antaranya menyimpang penggunaannya," kata Rizal kepada KONTAN (lihat http://www.bpk.go.id/news/bpk-sorot-dana-otsus-papua-rp-41-t), menurut saya harus segera di cari solusi menyangkut regulasi. Mengingat selama ini, walaupun Otsus adalah sebuah kekhususan yang diberikan Negara kepada Pemerintah Provinsi Papua, tetapi dalam implementasinya, kebijakan Otsus masih tetap di jalankan dengan menggunakan aturan- aturan yang bersifat umum, sama seperti daerah- daerah lain di Indonesia. Pelaksanaan Otonomi Daerah erat kaitannya dengan penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat terkait pelayanan atau urusan pemerintahan yang selama ini di kelola oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian penyerahan kewenangan tersebut selalu di sertai dengan pendanaan yang akan di gunakan, itu sebabnya dalam regulasinya, selalu berurutan, Otonomi Daerah, Kewenangan yang akan diserahkan, kemudian Pendanaan atau Keuangan. Di tahun 1999 ketika Otonomi Daerah mulai di berlakukan dengan di tetapkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah kemudian menetapkan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, sebagai konsekuensi dari Negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental, sumber hukum yang menjamin legalitas dilaksanakannya sebuah kebijakan, selalu dalam wujud atau bentuk tertulis (berbeda dengan sistem anglo saxon). Dampaknya jelas selalu ada ketentuan turunannya (untuk implementasi kebijakan dalam level teknis). Turunan atau aturan spesifik dari UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta PP Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, kedua Aturan ini (PP 105/2000 dan PP 108 tahun 2000) di jabarkan lebih teknis lagi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan Keuangan daerah serta tata cara penyusunan anggaran Pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha Keuangan Daerah dan penyusunan perhitungan anggaran pendapatan dan Belanja daerah. Dalam prosesnya kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia kemudian di revisi pasca di berlakukannya UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang  Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Seperti diatas, konsekuensi Negara dengan sistem hukum Eropa Kontinental, mengharuskan adanya regulasi yang mendasari di laksanakannya sebuah kebijakan dan harus dalam bentuk yang tertulis. Ketiga UU tersebut diatas, ketentuan teknisnya di laksanakan dengan di tetapkannya PP Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang kemudian dijabarkan lebih spesifik dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Penjabaran aturan dan mekanisme pengelolaan keuangan daerah seperti diatas, hanyalah sebuah flashback untuk membandingkannya dengan pengaturan keuangan terkait pemanfaatan, dan pertanggungjawaban Dana Otsus dalam pengelolaan keuangan daerah. Pertanyaan intinya, dimana posisi pengaturan tentang penggunaan Dana Otsus dalam regulasi- regulasi tersebut? Sebagai kebijakan yang di jalankan di daerah bukankah Otsus juga berasal dari Keuangan Negara? Ketidak jelasan regulasi tentang pengelolaan Dana Otsus ini sangat tergantung dengan perencanaan sistem pengelolaan keuangan yang seharusnya telah di buat oleh Pemerintah Pusat. Mengingat Otsus adalah kebijakan kekhususan, sangat di perlukan regulasi yang bersifat lebih spesifik dalam hal pengelolaan, pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana otsus. Dalam kurun waktu 13 Tahun ini pengelolaan terkait Dana Otsus dilaksanakan dengan menggunakan aturan- aturan yang bersifat umum, sama seperti daerah- daerah lain di Indonesia, kasarnya Papua melaksanakan Otonomi Khusus dengan regulasi keuangan Otonomi Daerah, dan dampaknya jelas timbul pertanyaan, dimana sebenarnya kekhususan Papua dalam era Otsus? Apakah kekhususan dalam memanfaatkan Dana Otsus untuk kepentingan segelintir elit papua di sumbu kekuasaan? ataukah sebuah perangkap yang sedang disiapkan untuk menangkap sebanyak mungkin good guy yang tiba- tiba bisa berubah jadi bad guy hanya karena silau dengan besarnya dana tanpa regulasi yang jelas, sehingga hal ini dilihat sebagai peluang untuk memperkaya diri sendiri (korupsi). Demi Keadilan dan kemajuan bangsa ini, harapan saya semoga persoalan ini bisa menjadi catatan- catatan penting yang harus dilihat lebih jeli oleh para pengambil kebijakan baik di level lokal maupun nasional. Semoga tulisan ini bermanfaat, SALAM..... 


Rabu, 26 November 2014

Review Musik/CD Creedence Clearwater Revival


Ini musik pertama yang saya dengar di dunia, usia masih 4 tahun, tiap dengar lagu- lagunya saya naik di kasur, pegang pemukul kasur, bergaya seperti lagi main gitar, ckckckckk luar biasa, sampai hari ini tidak bosan- bosan mendengarnya, terutama fortunate son sama born on the bayou, John Fogerty memang luar biasa, tapi orang tua saya lebih luar biasa, karena saya dibiasakan dengar musik ini lebih dulu di telinga dan masuk di otak, sebelum dengar lagu  naik- naik ke puncak gunung yang diajari di sekolah, he he he.  CCR memang tidak pernah mati, asli sampai hari ini, CCR selalu masuk playlist di laptop saya. Album Greatest Hits ini isinya 3 keping CD,semuanya ada di sana. CCR adalah Band Rock Amerika yang populer di tahun 1960- 1970-an, personilnya terdiri dari 2 orang bersaudara, john dan tom fogerty, di tambah stu cook dan dough clifford. Band ini berhasil menjual rekamannya sampai di kisaran 25 juta copy hanya di wilayah Amerika, tahun 1993 CCR masuk Rock N Roll Hall Of Fame, sebuah ajang penghargaan bagi semua band- band rock Amerika. Menurut saya ini memang musiknya LAKI- LAKI......

Selasa, 25 November 2014

Review Buku What Would Google Do? karangan Jeff Jarvis

Para pendiri dan eksekutif Google memahami perubahan yang di bawa oleh Internet, karena itulah mereka sangat sukses dan berkuasa (Jeff Jarvis)

Google adalah perusahaan yang berkembang paling cepat sepanjang sejarah. Didirikan tahun 1998 oleh Larry Page dan Sergey Brin. Perusahaan ini didirikan dengan misi mengumpulkan informasi dunia dan membuatnya dapat diakses sehingga bermanfaat bagi orang lain. Platform inilah yang di kembangkan google dalam semua layanannya termasuk blogger. Secara ringkas, peraturan- peraturan baru yang di jalankan oleh Google antara lain :

  • Menjadikan Konsumen sebagai pemegang kendali, karena saat ini konsumen bisa di dengar di seluruh dunia dan memiliki pengaruh terhadap institusi raksasa dalam waktu sekejap.
  • Menjadikan orang bisa bertemu dengan orang lain dimanapun, dan berkoalisi ataupun juga berkompetisi.
  • Menurut google periode Mass Market sudah mati dan sekarang sudah digantikan oleh Mass of Niches.
  • Pasar adalah percakapan, berarti kemampuan kunci dalam organisasi apa saja dimanapun bukan lagi pemasaran, tetapi berdialog.
  • Kita telah beralih dari ekonomi yang berdasarkan kelangkaan ekonomi, ke ekonomi yang berdasarkan kelimpahan, dengan demikian, kontrol terhadap produk atau distribusi tidak lagi menjamin bonus dan keuntungan.
  • Memungkinkan konsumen bekerja sama dalam menciptakan, mendistribusikan, memasarkan dan mendorong produk, adalah unsur- unsur yang menghasilkan bonus di dalam pasar masa kini
  • Usaha yang paling sukses pada masa kini adalah jaringan, yang mengambil keuntungan sesedikit mungkin, agar bisa berkembang sebesar mungkin.
  • Memiliki saluran, massa, produk, atau bahkan properti intelektual, bukan lagi merupakan kunci menuju sukses, kini adalah masanya keterbukaan.
Internet memang membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan manusia dewasa ini. Mengetahui prinsip- prinsip yang di terapkan oleh google yang sudah terbukti berhasil bertahan di tengah perubahan, menurut saya adalah hal yang perlu untuk dilakukan. Buku ini menceritakan dengan rinci, bagaimana google menjalankan prinsip- prinsip seperti yang di tulis diatas, semoga review ini bermanfaat.......