"Di atas batu ini, saya meletakkan peradaban orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Izaak Samuel Kijne, Wasior, 25 Oktober 1925).
Jan Pieter Karel Van Eechoud lahir di Horst Belanda tanggal 10 Agustus 1904 dan wafat di Hollandia (sekarang Jayapura) pada tanggal 7 September 1958, meraih gelar diploma dari Kolese Kanisius Nijmagen, setelah itu mengikuti pendidikan sebagai pilot. Pada Tahun 1929 mulai bermukim di Hindia Belanda (Indonesia) dan tercatat mengikuti pendidikan kepolisian di sukabumi jawa barat pada tahun 1931. Beliau pernah bertugas dengan Pangkat Komisaris Polisi Tingkat III di Batavia. Sejak 1936 bertugas di Manokwari sebagai Komisaris Polisi Tingkat II, dan selama Perang Dunia ke II van eechoud bertugas sebagai Intelijen di Australia, dimana akhirnya beliau berkenalan dengan Van Mook (Gubernur Jendral Hindia Belanda). Setelah Perang berakhir, van eechoud banyak melakukan perjalanan ke daerah- daerah pedalaman di Papua, bersama dengan victor de bruyn, seorang doktor etnografi belanda kelahiran malang. Van Eechoud dianggap melakukan pemulihan dalam pemerintahan Belanda di Papua. Setelah Perang berakhir, Amerika menyerahkan kekuasan sipil kepada NICA (Netherlands Indie Civil Administration) . Dalam strukturnya, pemimpin NICA di daerah di kenal dengan SONICA (Senior Officers Netherlands Indie Civil Administration). Sonica pertama yang di tugaskan di Hollandia (Jayapura) pada tahun 1940, adalah Kolonel C. Giebel. Kemudian Van Eechoud diangkat sebagai Sonica dan setelah penyerahan kekuasaan dari militer ke sipil untuk menjalankan pemerintahan di sana, van eechoud pun diangkat sebagai Residen di Tahun 1944. Setidaknya ada 3 (tiga) policy yang akan di jalankan Pemerintah Kerajaan Belanda di Papua, yaitu, pertama : kemungkinan pembangunan wilayah baru bagi keturunan indo- belanda (campuran belanda- indonesia) yang mulai terdesak baik di Belanda, maupun di Indonesia, kedua : membatasi ekspansi komunis,dan yang ketiga : memberikan kemerdekaan kepada rakyat Papua (http://www.papuaweb.org/dlib/s123/geus/summary.pdf). JP. Van Eechoud terkenal dengan nota atau reportnya yang di tulis tanggal 25 September 1944, yang antara lain mengkritik dengan keras perlakuan amtenar- amtenar (pegawai) asal Indonesia Timur seperti ambon, kei, dan manado, yang menurut beliau menyengsarakan orang papua dengan banyak cara. Mereka sangat menghina dan hampir- hampir tidak memandang mereka (orang papua) sebagai manusia, merendahkan mereka dan menghambat perkembangan mereka (lihat pj.drooglever,tindakan pilihan bebas! Orang Papua dan Penentuan Nasib Sendiri, Kanisius Yogyakarta, 2010, hlm 90) Isi Nota ini intinya adalah harus memaksimalkan kemampuan dari orang asli Papua, karena sudah merupakan hak orang Papua untuk menentukan nasib mereka sendiri. Langkah awal yang di lakukan van eechoud adalah membentuk Batalyon Papua (Papoea Vrijwilligers Corps) yang terdiri dari 650 orang Papua. Kemudian di tahun yang sama beliau mendirikan satu sekolah pemerintahan sementara (Kursus Bestuurschool Spoed). Sekolah ini dimaksudkan untuk menampung orang asli papua yang tidak dapat melanjutkan pendidikan di Miei, akibat Jepang menutup sekolah tersebut di tahun 1942. Dalam prosesnya sekolah ini menghasilkan 150 orang tenaga administratur pemerintahan orang asli papua. Angkatan I Kursus Bestuurshool inilah yang merupakan elit- elit Papua yang di kenal pada waktu itu, seperti : Markus Kaisepo, Frans Kaisepo dan Nicolaas Jouwe. Sekolah ini kemudian berubah nama menjadi Opleidingsschool voor Berstuurambtenaren (OSIBA) atau sekolah pendidikan pegawai pemerintah. Hal lain yang dilakukan beliau yaitu, membentuk 4 detasemen polisi khusus orang asli papua di tahun 1947. Van Eechoud berpendapat bahwa, pengembangan Papua saat itu merupakan fokus atau prioritas pembangunan Pemerintah Belanda, namun demikian pengembangan sebagaimana di maksud, harus memperhatikan kebudayaan, karena yang hendak di ciptakan bukanlah manusia barat atau eropa yang tinggal di Papua, tetapi bagaimana menciptakan manusia papua yang siap menghadapi perubahan. Ada beberapa hal yang saya lihat dari figur beliau, menurut saya, terlepas dari segala policy yang di ambil pemerintah kerajaan belanda yang akan menjadikan papua sebagai wilayah koloni yang akan di huni oleh keturunan Indo- Belanda tentunya, van eechoud memiliki ambisi, dan komitmen yang kuat untuk meningkatkan kemampuan orang asli papua pada saat itu. Papuanisasi yang di jalankan hari ini di Papua, harus di akui terinspirasi dari hal yang di lakukan oleh Eechoud di jaman itu. Van Eechoud dianggap berhasil memulihkan keadaan pasca perang dunia II di wilayah Papua, dalam masanya menjadi seorang Residen (1944-1950). Dalam sejarah Pemerintahan Dalam Negeri, JP.Van Echoud merupakan satu- satunya Residen yang tidak mengenyam pendidikan standar baik di Leiden ataupun Utrecht seperti residen- residen kerajaan Belanda yang lain, beliau adalah seorang Komisaris Polisi yang kemudian mampu berimprovisasi dengan keadaan pada saat itu. Hal ini yang diperlukan dalam pembangunan di Papua, IMPROVISASI. Semua yang di lakukan oleh beliau ini berdampak pada di berikannya gelar Bapa Papoea. Semoga bermanfaat....SALAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar